Diagnosis Sindrom Nefrotik
Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan pada pasien yang mengalami proteinuria masif (≥ 3,5 g per 24 jam), hipoalbuminemia (≤ 3,0 g/dL), edema, serta dislipidemia. Gejala awal yang muncul biasanya berupa edema pada mata yang kemudian menyebar ke tubuh.[1,5,6]
Anamnesis
Keluhan utama yang dapat disampaikan oleh pasien adalah adanya bengkak. Pada pasien anak, bengkak dapat diawali pada wajah, terutama pagi hari saat bangun tidur, dan diikuti seluruh tubuh. Sementara itu pada dewasa, pasien dapat mengeluhkan edema yang berlokasi pada bagian tubuh bawah.
Gejala lain yang dapat dikeluhkan pasien adalah urine berbusa, kelelahan, sesak napas, penurunan nafsu makan, kenaikan berat badan karena edema, ruam kemerahan, fotosensitivitas, arthralgia, serta nyeri neuropati.
Anamnesis terhadap pasien juga perlu menggali faktor risiko yang ada. Penyakit yang meningkatkan risiko sindrom nefrotik adalah diabetes mellitus, lupus eritematosus sistemik (SLE), keganasan, infeksi, atau amiloidosis. Sindrom nefrotik juga dapat dicetuskan oleh reaksi alergi, penggunaan obat seperti lithium, dan penyalahgunaan zat heroin.[1-7,10,11]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik, dapat ditemukan malnutrisi protein yang menyebabkan hilangnya massa tubuh pada proteinuria masif. Namun, tanda ini dapat tersamarkan oleh kenaikan berat badan karena edema yang terjadi berbarengan.
Pada pemeriksaan tanda vital, dapat ditemukan peningkatan tekanan darah. Selain itu, pada pemeriksaan fisik juga bisa tampak periorbital edema, edema pada ekstremitas bawah, atau genital. Edema juga dapat terjadi anasarka.
Pada pemeriksaan toraks, saat inspeksi dapat ditemukan trakea terdorong, penurunan fremitus vokal saat palpasi, pekak pada hemitoraks yang abnormal saat perkusi, serta penurunan atau hilangnya suara napas pada auskultasi. Hal tersebut menunjukkan adanya efusi pleura. Bila terdapat ascites, dapat ditemukan shifting dullness pada pemeriksaan abdomen.
Temuan fisik lainnya, antara lain xanthelasma akibat hiperkolesterolemia berat, ruam SLE, Muehrcke lines pada kuku akibat hipoalbuminemia, mudah memar dan neuropati pada amiloidosis, serta pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan retinopati diabetik.[1-7,10,11]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding sindrom nefrotik adalah minimal change nephropathy (MCN), focal segmental glomerulosclerosis (FSGS), dan membranous nephropathy.
Minimal Change Nephropathy
Gejala minimal change nephropathy (MCN) mirip dengan sindrom nefrotik. Pada anak, MCN biasanya idiopatik. MCN sekunder bisa disebabkan oleh reaksi alergi atau penggunaan obat. Diagnosis pasti dari MCN ditegakkan dengan biopsi.[22]
Focal Segmental Glomerulosclerosis
Focal segmental glomerulosclerosis (FSGS) adalah penyakit langka yang menyerang glomerulus dan menyebabkan jaringan parut pada ginjal. FSGS dapat menyebabkan kerusakan ginjal permanen dan bahkan gagal ginjal.[23]
Membranous Nephropathy
Pada membranous nephropathy (MN), kerusakan glomerulus terjadi akibat proses autoimun. Hal ini menyebabkan deposisi imun kompleks pada glomerulus dan menimbulkan gangguan fungsi ginjal.[24]
Nefropati Diabetik
Pada nefropati diabetik, didapatkan riwayat diabetes melitus, gangguan penglihatan pada pasien yang memiliki komorbid retinopati, disfungsi renal, serta pembengkakkan ekstremitas. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan funduskopi untuk mendeteksi retinopati diabetik. Pada funduskopi akan ditemukan mikroaneurisma, soft/ hard exudates, mikroinfark, edema makula, dan neovaskularisasi.
Pada pemeriksaan penunjang dapat ditemukan kadar HbA1c meningkat. Pada biopsi renal dapat ditemukan mesangiolisis, glomerulosclerosis, dan nodul Kimmelstiel-Wilson. Pada urinalisis dapat ditemukan mikroskopik hematuria.[25]
IgA Nephropathy
Pada IgA nephropathy, dapat ditemukan keluhan urine berwarna gelap yang seringkali bersamaan dengan faringitis, riwayat penyakit hepar, seronegative arthropathy, penyakit Celiac, serta melena. Pada pemeriksaan fisik, jarang ditemukan edema. Selain itu, pada biopsi renal ditemukan deposit IgA pada mesangium.[26]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan sindrom nefrotik dapat berupa pemeriksaan laboratorium, pencitraan dengan radiologi, hingga biopsi.
Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan laboratorium pada sindrom nefrotik terdiri dari pemeriksaan darah dan urine. Pada pemeriksaan darah, pemeriksaan darah lengkap tetap perlu dilakukan. Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan kimia, seperti profil lipid, gula darah, HbA1C, fungsi hati dan ginjal.
Pemeriksaan serologi, seperti deteksi virus hepatitis B, hepatitis C, dan HIV dapat dilakukan sesuai indikasi. Pemeriksaan antinuclear antibody (ANA) dan antibodi anti-double stranded DNA (anti-dsDNA) dapat berguna dalam penegakan etiologi penyakit. Serologi Phospholipase A2 receptor (PLA2R) dapat diperiksa untuk mengetahui perkembangan penyakit.
Pada sindrom nefrotik tanpa komplikasi, dapat ditemukan kadar serum kreatinin dalam kisaran normal, di mana kadar serum kreatinin dewasa normal sekitar 1 mg/dL, sedangkan pada anak usia 5 tahun sekitar 0,5 mg/dL. Umumnya, kadar serum albumin pada sindrom nefrotik rendah. Pada pemeriksaan profil lipid, ditemukan peningkatan kolesterol total, LDL, VLDL, dan trigliserida.[1-7,10,11]
Pemeriksaan Laboratorium Urine
Selain pemeriksaan darah, pemeriksaan urine penting dilakukan dalam penegakan diagnosis sindrom nefrotik. Pemeriksaan dipstik dapat menunjukkan proteinuria 3+ (300 mg/dL) atau lebih. Pengukuran proteinuria yang lebih akurat dilakukan dengan urine 24 jam yang dapat menunjukkan hasil 3 gram protein dalam urine. Selain kadar protein, pemeriksaan urine dapat menunjukkan adanya berbagai jenis sedimen, sel darah merah, hingga lipiduria.[1-7,10,11]
Pemeriksaan Radiologi
Ultrasonography (USG) dilakukan untuk identifikasi ginjal, di mana pasien dengan satu ginjal berisiko mengalami glomerulosklerosis fokal dan merupakan kontraindikasi relatif untuk dilakukan biopsi renal. Peningkatan ekogenisitas renal menandakan adanya fibrosis intrarenal. Selain itu, USG pada abdomen dapat menilai ascites serta komplikasi lain, misalnya deep vein thrombosis (DVT).
Selain USG, rontgen toraks dapat dilakukan jika dicurigai terjadi efusi pleura dan kongesti paru. Pada kasus yang dicurigai neoplasma, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang tambahan seperti Computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), dan aspirasi sumsum tulang belakang sesuai indikasi.[1-7,10,11]
Biopsi
Biopsi renal merupakan pemeriksaan definitif untuk sindrom nefrotik. Beberapa indikasi pemeriksaan biopsi renal, adalah sindrom nefrotik kongenital, anak usia > 8 tahun saat awitan, resistensi steroid, tingkat kekambuhan tinggi atau ketergantungan steroid, serta manifestasi nefritik yang signifikan. Sindrom nefrotik primer atau idiopatik pada dewasa juga memerlukan pemeriksaan biopsi renal. [1-7,10,11]
Penulisan pertama oleh: dr. Karina Sutanto