Epidemiologi Sindrom Nefrotik
Data epidemiologi sindrom nefrotik menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi pada anak. Anak laki-laki dilaporkan lebih sering mengalami sindrom nefrotik dibandingkan wanita.[1]
Global
Secara global, insidensi sindrom nefrotik pada anak usia kurang dari 18 tahun adalah 2 sampai 7 kasus per 100.000 per tahun. Pada usia dewasa, insidensi sindrom nefrotik berada pada 3 kasus per 100.000 per tahun.
Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada anak laki-laki, namun pada usia dewasa tidak ada perbedaan insidensi antara laki-laki dan perempuan. Pada populasi anak, sindrom nefrotik paling sering disebabkan oleh minimal change disease, sedangkan pada populasi dewasa nefropati diabetik merupakan penyebab tersering sindrom nefrotik.
Di Amerika Serikat, sindrom nefrotik terkait nefropati diabetik terjadi dengan insidensi 50 kasus per 1 juta populasi dewasa. Pada wilayah Asia Selatan, termasuk India dan Pakistan, temuan biopsi ginjal pasien sindrom nefrotik menunjukkan pola yang sama dengan negara Barat. Namun, pada negara-negara Timur Tengah dan Afrika, sindrom nefrotik dikaitkan dengan infeksi schistosomiasis urogenital.[1,2]
Indonesia
Angka kejadian nasional sindrom nefrotik di Indonesia belum diketahui. Beberapa studi observasional di rumah sakit rujukan lokal mengindikasikan bahwa sindrom nefrotik di Indonesia lebih banyak terjadi pada anak laki-laki, sama dengan data global.[8,9]
Mortalitas
Seiring dengan perkembangan terapi antibiotik dan kortikosteroid, mortalitas sindrom nefrotik telah menurun menjadi kurang dari 5%. Mortalitas pasien anak dengan sindrom nefrotik terutama dipengaruhi oleh adanya infeksi. Anak dengan sindrom nefrotik berisiko tinggi mengalami infeksi bakteri, seperti peritonitis, pneumonia, hingga sepsis akibat disfungsi sel-T dan hilangnya immunoglobulin lewat urine. Faktor lain yang berpengaruh terhadap mortalitas sindrom nefrotik adalah kekambuhan atau relaps penyakit, serta efek samping dari terapi.[1,2]
Penulisan pertama oleh: dr. Karina Sutanto