Epidemiologi Plasenta Akreta
Berdasarkan data epidemiologi, kejadian plasenta akreta meningkat dari 1 dalam 30.000 kehamilan di tahun 1960-an menjadi 1 dari 533 kehamilan di tahun 2000-an. Salah satu studi mengutip insiden saat ini mencapai 1 dari 272 kehamilan. Hal ini berkaitan dengan persalinan caesar, yang merupakan faktor risiko plasenta akreta, mengalami peningkatan sehingga insidensi plasenta akreta pun meningkat.
Peningkatan jumlah operasi caesar akan meningkatkan risiko plasenta akreta. Sekitar 6,7% pasien dengan riwayat operasi caesar 5 kali diketahui memiliki plasenta akreta. Hal tersebut dibandingkan dengan hanya 0,3% pasien dengan riwayat operasi caesar sebanyak 1 kali yang mengalami plasenta akreta.[1]
Global
Prevalensi plasenta akreta bervariasi di berbagai negara di dunia dan insidensinya secara global meningkat. Di China, prevalensi plasenta akreta adalah 2,20% dalam sebuah penelitian. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa riwayat dua atau lebih operasi caesar sebelumnya dan aborsi berulang dengan metode bedah merupakan faktor risiko yang signifikan untuk terjadinya plasenta akreta.[8]
Di Amerika Serikat, pada sebuah penelitian yang melibatkan 2.727.477 kasus, sebanyak 0,29% terdiagnosis spektrum plasenta akreta. Jenis yang paling umum adalah plasenta akreta sebanyak 0,23%, kemudian perkreta sebanyak 0,04%, dan inkreta sebanyak 0,03%. Jumlah kasus di Amerika Serikat meningkat sebesar 2,1% setiap kuartal tahun dari 0,27% menjadi 0,32%.[9]
Indonesia
Data terkait plasenta akreta di Indonesia belum tersedia dan belum terdokumentasikan dengan baik. Sebuah penelitian lokal di RSUP Hasan Sadikin Bandung menunjukkan bahwa pasien dengan plasenta akreta mayoritas adalah wanita usia >35 tahun, multipara, serta memiliki riwayat operasi caesar, abortus dan kuretase. Selain itu, mengingat semakin seringnya dilakukan sectio caesarea di Indonesia, kemungkinan besar prevalensi plasenta akreta di Indonesia juga semakin banyak.[10]
Mortalitas
Seiring dengan meningkatnya insidensi spektrum plasenta akreta, mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi pun akan meningkat. Saat ini sudah banyak metode skrining dengan menggunakan ultrasonografi di trimester kedua kehamilan pada pasien-pasien yang memiliki faktor risiko terjadinya plasenta akreta sehingga kehamilan terus terpantau, persalinan dapat dipersiapkan, dan kesejahteraan janin terjaga.[11,12]
Angka mortalitas ibu dalam spektrum plasenta akreta sebanyak 7%, dengan 30% dari mortalitas tersebut terjadi akibat tidak adanya diagnosis antenatal. Data terbaru menunjukkan jika diagnosis prenatal dan manajemen selama kehamilan dilakukan, angka mortalitas dapat ditekan menjadi 0,05%. Angka mortalitas berkaitan dengan kedalaman dan perluasan invasi, ketersediaan diagnosis antenatal, dan kemampuan manajemen persalinan.[13]