Patofisiologi HIV
Patofisiologi infeksi HIV pada prinsipnya adalah defisiensi imunitas selular oleh HIV yang ditandai dengan penurunan limfosit T helper (sel CD4). Terjadinya penurunan sel T helper CD4 menyebabkan inversi rasio normal sel T CD4/CD8 dan disregulasi produksi antibodi sel B. Respon imun terhadap antigen mulai menurun, dan host gagal merespon terhadap infeksi oportunistik maupun organisme komensal yang seharusnya tidak berbahaya. Defek respon imun ini terutama terjadi pada sistem imunitas selular sehingga infeksi cenderung bersifat nonbakterial.[1,6,11]
Virus HIV dan Sel T
HIV bereplikasi dalam sel T yang teraktivasi, kemudian bermigrasi ke limfonodi dan menyebabkan gangguan struktur limfonodi. Gangguan jaringan dendritik folikular di limfonodi yang diikuti kegagalan presentasi antigen secara normal ini berperan dalam proses penyakit.
Beberapa protein HIV menganggu fungsi sel T secara langsung, baik melalui gangguan siklus sel maupun melalui penurunan regulasi molekul CD4. Efek sitotoksik langsung dari replikasi virus bukanlah penyebab utama penurunan sel T CD4, melainkan karena apoptosis sel T sebagai bagian dari hiperaktivasi imun dalam merespon infeksi kronik. Sel yang terinfeksi juga dapat terdampak oleh serangan imun tersebut. HIV menyebabkan siklus sel berhenti sehingga menganggu produksi profil sitokin. Pada infeksi HIV terjadi penurunan IL-7, IL-12, IL-15, FGF-2, dan peningkatan TNF-alpha, IP-10.[6]
Gut-Associated Lymphoid Tissue (GALT)
Gut-associated lymphoid tissue (GALT) juga berperan penting dalam replikasi HIV. Meskipun portal masuk HIV melalui inokulasi darah secara langsung atau paparan virus ke mukosa genital, traktus gastrointestinal memiliki banyak jaringan limfoid yang ideal untuk replikasi HIV. GALT diketahui merupakan tempat penempelan awal virus dan pembentukan reservoir proviral.[6,12]
Fase Infeksi HIV
Infeksi HIV terdiri dari 3 fase, yaitu fase serokonversi akut, fase asimtomatik, dan fase Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).[3,6]
Fase Serokonversi Akut
Viremia plasma yang cepat disertai penyebaran virus yang luas terjadi 4-11 hari setelah virus masuk ke dalam mukosa. Virus cenderung akan berintegrasi pada area dengan transkripsi aktif. Hal ini dimungkinkan terjadi karena area tersebut memiliki kromatin terbuka yang lebih banyak dan deoxyribonucleic acid (DNA) yang lebih mudah diakses.
Selama fase ini, proses infeksi mulai terjadi dan terbentuk reservoir proviral. Reservoir ini mengandung sel yang terinfeksi (makrofag) dan mulai melepaskan virus. Beberapa virus yang terbentuk mengisi kembali reservoir, beberapa melanjutkan proses infeksi aktif. Reservoir proviral ini sangat stabil. Besarnya reservoir proviral berkorelasi dengan viral load yang stabil dan berbanding terbalik dengan respon sel T CD8 anti-HIV.
Pada fase ini, viral load sangat tinggi (sangat menular) dan jumlah sel T CD4 menurun cepat. Dengan munculnya respon sel T CD8 dan antibodi anti-HIV, viral load turun dan jumlah sel T CD4 kembali ke rentang normalnya namun sedikit lebih rendah dibandingkan sebelum infeksi.[3,6]
Fase Asimtomatik
Pada fase asimtomatik, pasien yang terinfeksi menunjukkan sedikit atau bahkan tidak ada gejala sama sekali selama beberapa tahun sampai 1 dekade atau lebih. Meski begitu, HIV tetap dapat ditularkan pada fase ini.
Replikasi virus tetap berlangsung. HIV tetap aktif namun diproduksi dalam jumlah sedikit. Respon imun melawan virus juga terjadi, yang ditandai dengan munculnya limfadenopati generalisata persisten pada beberapa pasien.
Selama fase ini, jika tidak diterapi, viral load akan tetap stabil (tidak meningkat atau menurun), dan sel T CD4 akan menurun. Fase ini dapat berlangsung sampai 1 dekade atau lebih. Pada akhir fase asimtomatik, viral load akan meningkat, jumlah sel CD4 menurun, mulai muncul gejala, dan memasuki fase AIDS.[3,6]
Fase AIDS
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) terjadi jika sistem imun telah rusak dan muncul infeksi oportunistik. Pasien didiagnosis AIDS jika Sel T CD4 di bawah 200/µL atau ada infeksi oportunistik.[2,3,6]
Pada fase AIDS, sel CD4 terus turun sehingga terjadi immunosupresi yang menyebabkan infeksi oportunistik. Viral load pada fase ini tinggi dan sangat infeksius. Tanpa pengobatan, kesintasan hidup pasien dengan AIDS adalah sekitar 3 tahun.[3,6]
Penulisan pertama oleh: dr. Abi Noya