Penatalaksanaan Malaria Serebral
Tujuan utama penatalaksanaan malaria serebral adalah mencegah terjadinya kematian, disabilitas, maupun rekurensi penyakit. Penatalaksanaan dapat meliputi manajemen kegawatdaruratan, medikamentosa dengan artesunate parenteral, dan terapi suportif sesuai kondisi klinis masing-masing pasien.
Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
Pasien yang tidak sadar perlu dipastikan kelancaran jalan nafasnya dan dinilai ABCDE (airway, breathing, circulation, disability, environment and exposure). Penilaian ABCDE perlu dilakukan secara berkala.
Airway
Lakukan intubasi endotrakeal bila terdapat risiko obstruksi jalan napas, misalnya karena penurunan kesadaran. Lakukan pemasangan nasogastric tube pada pasien yang koma untuk mencegah pneumonia aspirasi setelah melakukan intubasi endotrakeal.
Breathing
Monitor saturasi oksigen dan berikan oksigen bagi pasien hipoksia. Bila terjadi distress pernapasan, berikan pasien ventilasi mekanik.
Circulation
Stabilkan hemodinamik pasien, periksa tekanan darah dan denyut jantung pasien, serta pasang 2 jalur intravena untuk pemberian cairan, obat, dan pengambilan darah.
Disability
Lakukan penilaian neurologis yang terdiri dari penilaian tingkat kesadaran, ukuran pupil, dan tanda lateralisasi. Tingkat kesadaran pada orang dewasa dapat diukur menggunakan Glasgow Coma Scale sedangkan pada anak-anak diukur menggunakan Blantyre Coma Scale.
Environment and Exposure
Penilaian terhadap kemungkinan pasien terpapar zat-zat berbahaya, seperti bahan kimia beracun atau zat radioaktif.[7,11,13,14]
Glukosa Darah
Kadar glukosa darah perlu diperiksa, karena pasien dengan malaria serebral memiliki risiko untuk mengalami hipoglikemia.
Medikamentosa
Pemberian obat antimalaria secara parenteral (artesunate) harus segera dilakukan bila pasien dicurigai mengalami malaria serebral, meskipun hasil apusan darah mungkin belum tersedia.[13]
Artesunate
Artesunate merupakan obat pilihan utama untuk semua jenis spesies Plasmodium. Obat ini diberikan secara intravena dan umumnya bersifat aman untuk bayi, anak-anak, maupun wanita hamil trimester kedua dan ketiga. Data pada wanita hamil trimester pertama masih terbatas, tetapi manfaatnya dinilai lebih besar dari risiko.
Dosis artesunate yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
- Anak dengan berat badan <20 kg: 3 mg/kgBB pada jam ke-0, jam ke-12, jam ke-24, dan jam ke-48
- Anak yang lebih besar dan orang dewasa: 2,4 mg/kgBB pada jam ke-0, jam ke-12, jam ke-24, dan jam ke-48[13]
Pada anak usia <6 tahun, jika artesunate intravena tidak tersedia, artesunate dapat diberikan melalui rektal dengan dosis 10 mg/kgBB. Artesunate rektal tidak boleh diberikan pada anak usia di atas 6 tahun maupun orang dewasa.[7]
Alternatif Terapi Medikamentosa yang Lain
Bila artesunate intravena tidak tersedia, dokter dapat memberikan obat antimalaria oral untuk sementara sampai artesunate intravena tersedia. Bila pasien sulit menerima obat oral karena mual dan muntah, dokter dapat memberikan antiemetik. Bila pasien koma, dokter dapat mempertimbangkan pemberian melalui nasogastric tube.
Dosis obat antimalaria oral sebagai alternatif sementara artesunate bisa berupa salah satu dari opsi berikut:
- Tablet kombinasi 20 mg artemether dan 120 mg lumefantrine yang diberikan 2 kali dengan interval 8 jam bila diperlukan. Pemberian berdasarkan berat badan pasien, yakni 1 tablet/kali untuk berat 5–14 kg, 2 tablet/kali untuk berat 15–24 kg, 3 tablet/kali untuk berat 25–34 kg, dan 4 tablet/kali untuk berat >35 kg
- Tablet kina 650 mg setiap 8 jam untuk dewasa dan 10 mg/kgBB setiap 8 jam untuk anak-anak[13]
Terapi Setelah Artesunate
Bila terapi artesunate intravena sudah selesai, obat antimalaria oral untuk follow-up perlu diberikan. Pilihan obat oral tersebut dapat berupa salah satu dari opsi:
- Tablet kombinasi 20 mg artemether dan 120 mg lumefantrine yang diberikan selama 3 hari dalam 6 dosis, yakni dosis inisial, dosis kedua (8 jam setelahnya), dan satu dosis 2 kali/hari selama 2 hari berikutnya
Doksisiklin 100 mg 2 kali/hari selama 7 hari untuk dewasa atau 2 mg/kgBB 2 kali/hari selama 7 hari untuk anak usia ≥8 tahun
Clindamycin 20 mg base/kg/hari dibagi menjadi 3 kali sehari selama 7 hari untuk ibu hamil dan anak berusia <8 tahun[13]
Untuk pasien yang masih tidak bisa menerima obat oral setelah terapi artesunate intravena, beberapa opsi yang dapat dipilih adalah:
- Lanjutkan artesunate intravena sebanyak 1 dosis/hari selama maksimal 7 hari
- Berikan doksisiklin intravena atau clindamycin intravena selama maksimal 7 hari, dosis sesuai dengan dosis oral di atas[13]
Terapi Suportif
Terapi suportif untuk malaria serebral dapat berupa manajemen cairan, tata laksana hipoglikemia, transfusi darah, dan monitoring kondisi pasien secara ketat.
Manajemen Cairan
Pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan tiap pasien untuk memastikan tidak terjadi dehidrasi maupun overhidrasi yang dapat menyebabkan edema otak. Pemberian cairan secara bolus dan cepat dengan jenis koloid atau kristaloid tidak diperbolehkan. Lakukan kateterisasi urine bila pasien koma.[7,13]
Manajemen Hipoglikemia
Hipoglikemia paling sering terjadi pada pasien berusia <3 tahun. Berikan larutan glukosa 10% sebanyak 5 mL/kgBB secara intravena cepat, lalu periksa kembali kadar glukosa darah dalam waktu 30 menit. Ulangi pemberian bila kadar glukosa darah masih di bawah nilai rujukan.[11]
Transfusi Darah
Pasien dengan anemia berat dapat diberikan packed red cells (PRC) 10 mL/kgBB dalam waktu 3–4 jam. Bila PRC tidak tersedia, berikan fresh whole blood 20 mL/kgBB selama 3–4 jam. Lakukan observasi ketat terhadap frekuensi napas dan denyut nadi setiap 15 menit selama transfusi darah. Bila salah satu dari tanda-tanda vital tersebut mengalami kenaikan, berikan transfusi dengan lebih lambat.
Bila ada tanda kelebihan cairan karena transfusi darah, berikan furosemide intravena 1–2 mg/kgBB hingga maksimal 20 mg/kgBB. Pada pasien anak dengan malnutrisi, transfusi darah hanya boleh diberikan sekali sebanyak 10 mL/kgBB.[11]
Monitoring
Observasi ketat perlu dilakukan pada pasien malaria serebral berupa pemantauan kadar glukosa darah, tanda vital, dan cairan. Glukosa darah perlu dipantau setiap 3 jam hingga pasien sadar. Tanda vital perlu dipantau tiap 6 jam selama 48 jam pertama.[11]