Teknik Rontgen Pelvis
Teknik rontgen pelvis, atau disebut juga rontgen panggul, umumnya melibatkan pengambilan gambar radiografik dengan pasien dalam posisi supinasi di atas meja rontgen. Sinar X diarahkan dari atas dengan sudut tegak lurus terhadap garis tengah pelvis, yang meliputi area mulai dari puncak iliaka hingga bagian bawah simfisis pubis.
Proyeksi anteroposterior (AP) adalah proyeksi standar, namun proyeksi tambahan seperti inlet, outlet, atau lateral dapat digunakan untuk evaluasi tertentu, terutama dalam kasus trauma. Posisi kaki pasien biasanya dirapatkan dan sedikit diputar ke dalam (internal rotation) sekitar 15–20 derajat untuk memposisikan leher femur secara optimal, sehingga memperjelas visualisasi struktur tulang panggul dan sendi panggul.[2-5]
Persiapan Pasien
Persiapan pasien sebelum prosedur rontgen pelvis umumnya tidak diperlukan. Pasien hanya perlu berada di posisi supinasi atau berdiri sesuai kebutuhan. Tungkai bawah diposisikan internal rotasi dengan sudut 15-25° dari panggul, kecuali pada kondisi kecurigaan adanya fraktur.
Selain itu, setiap pasien yang hendak menjalani prosedur rontgen, secara umum harus terbebas dari benda asing terutama logam seperti kunci di saku, ikat pinggang dan uang logam. Ini karena benda-benda seperti logam tersebut akan ikut tertangkap di gambar hasil foto rontgen dan akan menimbulkan artefak.[3,8,9]
Peralatan
Peralatan yang diperlukan pada pemeriksaan rontgen pelvis antara lain adalah mesin X-Ray, meja X-Ray, dan alat pelindung diri bagi pemeriksa.[3,8]
Posisi Pasien
Posisi pasien yang paling banyak digunakan adalah posisi supinasi untuk proyeksi anteroposterior. Untuk proyeksi ini, pasien terlentang di atas meja pemeriksaan, dengan kedua kaki dirapatkan dan diputar ke dalam sekitar 15–20 derajat untuk memastikan leher femur berada pada posisi optimal terhadap sinar X.
Posisi ini membantu meminimalkan rotasi eksternal alami femur, meningkatkan visualisasi acetabulum, leher femur, dan simfisis pubis. Lengan pasien diletakkan di samping tubuh atau di atas dada, memastikan tidak ada bagian tubuh selain pelvis yang tertangkap dalam proyeksi.[3,8]
Proyeksi Anteroposterior
Proyeksi AP merupakan teknik standar, di mana sinar-X diarahkan secara tegak lurus dari anterior ke posterior panggul. Proyeksi ini dapat memperlihatkan panggul pada posisi anatomisnya dengan arkuata, ilioskial, iliofemoral dan garis Shenton dapat diperiksa pada model proyeksi ini.[3,8]
Proyeksi Lateral
Proyeksi rontgen yang dimodifikasi khusus untuk kondisi trauma antara lain adalah proyeksi sinar horizontal pinggul lateral. Proyeksi ini dipakai pada pasien yang dicurigai mengalami fraktur pinggul atau dislokasi. Proyeksi ini dapat memperlihatkan leher femur pada posisi lateral dengan lebih baik.[3,8]
Panorama Clements-Nakayama
Selanjutnya adalah panorama Clements-Nakayama. Proyeksi ini memiliki kelebihan tidak membutuhkan pergerakan tungkai bawah sama sekali sehingga bisa meminimalisir rasa tidak nyaman. Proyeksi ini terutama diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita fraktur leher femur bilateral atau cedera tungkai bawah bilateral yang cukup berat.[3]
Proyeksi Inlet
Proyeksi tambahan lainnya antara lain adalah inlet view. Pemandangan dari proyeksi kaudal ini sangat baik dalam memperlihatkan cincin pelvis utama dan patologi yang kemungkinan terjadi. Pemandangan ini juga paling baik untuk mengevaluasi pergeseran sisi posterior dari cincin pelvis dan fraktur simfisis pubis.[3]
Proyeksi Outlet
Selanjutnya ada outlet view. Pasien diposisikan dalam posisi supinasi dengan sinar X diarahkan ke bawah pada sudut cephalad 30–45 derajat untuk memvisualisasikan simfisis pubis, ramus inferior pubis, dan foramen obturatum. Proyeksi sefalik ini digunakan untuk mengevaluasi kecurigaan kasus pergeseran cephalad hemipelvis atau fraktur vertikal pelvis. Outlet view sendiri merupakan sisi tangensial dari inlet view.[3]
Proyeksi Oblique
Proyeksi oblique disebut juga sebagai Judet view. Pasien diposisikan dalam posisi semi-supinasi, dengan tubuh dimiringkan 45 derajat baik ke kiri atau kanan untuk menghasilkan dua gambar, obturator oblique dan iliac oblique. Untuk obturator oblique, sisi panggul yang diperiksa diangkat, sementara pada iliac oblique, sisi panggul yang diperiksa diletakkan berdekatan dengan meja. Proyeksi ini digunakan untuk mengevaluasi permukaan superior, medial, lateral, dan posterior dari acetabulum.[3]
Flamingo View
Flamingo view digunakan untuk mengevaluasi kecurigaan adanya instabilitas simfisis pubis. Pasien berdiri dengan bertumpu pada satu kaki, sementara kaki yang lain diangkat dengan lutut tertekuk.[3]
Prosedural
Berikut ini merupakan prosedur rontgen pelvis:
- Pastikan pasien melepaskan pakaian atau benda logam di area panggul yang dapat mengganggu pencitraan. Pasien biasanya diminta mengenakan pakaian rumah sakit dan menggunakan pelindung radiasi bila diperlukan.
- Pasien ditempatkan sesuai kebutuhan. Pada proyeksi standar, yakni anteroposterior, pasien dalam posisi supinasi di meja rontgen dengan kaki dirapatkan dan sedikit diputar ke dalam sekitar 15–20 derajat, untuk memaksimalkan visualisasi leher femur.
- Tabung sinar X diatur sesuai proyeksi yang diminta. Pada proyeksi standar anteroposterior, tabung sinar X diletakkan dalam sudut tegak lurus terhadap panggul, dengan berkas sinar diarahkan ke titik tengah antara puncak iliaka dan simfisis pubis.
- Pilih parameter paparan radiasi yang sesuai (kV dan mAs) untuk menghasilkan gambar yang optimal dengan mempertimbangkan faktor anatomi dan ukuran badan pasien.
- Lakukan pengambilan gambar.
- Setelah gambar diambil, radiografer harus mengevaluasi kualitas pencitraan. Jika visualisasi tidak optimal atau ada artefak, pengambilan gambar ulang mungkin diperlukan.
- Gambar yang dihasilkan selanjutnya dievaluasi berdasarkan sepuluh kriteria kualitas gambar radiografi panggul, yaitu adanya visualisasi sendi pinggul, trokanter, sendi sakroiliaka, krista iliaka, acetabula, rami pubis, leher femur, medulla dan korteks, pelvis, sacrum dan foraminanya, serta visualisasi jaringan lunak panggul.[1,3,8]
Follow up
Saat melakukan evaluasi rontgen pelvis, perhatikan integritas struktur tulang, alignment anatomi, serta adanya tanda-tanda patah atau lesi lainnya. Pada awal, evaluasi difokuskan pada tulang pelvis, termasuk os ilium, os pubis, os ischium, dan sakrum, untuk mendeteksi adanya fraktur atau deformitas. Juga penting untuk menilai sendi di sekitar panggul, termasuk sendi sakroiliaka dan sendi femoropelvik.
Contoh temuan pada fraktur leher femur dapat mencakup garis fraktur yang terlihat pada area collum femoris yang menghubungkan caput femoris dengan corpus femoris, sering kali disertai dengan perubahan posisi atau sudut yang abnormal. Temuan lain yang harus dicari adalah adanya edema atau penumpukan cairan di sekitar sendi femoropelvik yang dapat menunjukkan adanya trauma atau cedera jaringan lunak.
Pada kasus fraktur rami pubis, evaluasi harus mencakup pencarian garis fraktur pada rami superior dan inferior os pubis, yang mungkin terlihat sebagai garis putus atau deformitas pada gambar rontgen. Fraktur ini sering terjadi akibat trauma pada daerah pelvis, seperti pada kecelakaan kendaraan atau jatuh dari ketinggian. Adanya fraktur ini juga harus diperiksa untuk memastikan tidak ada cedera terkait pada struktur lain, termasuk rongga pelvis dan organ-organ viseral di sekitarnya.[2-5]