Pendahuluan Ankle Sprain
Ankle sprain atau pergelangan kaki terkilir merupakan cedera muskuloskeletal yang paling sering terjadi pada ekstremitas bawah. Kondisi ini diakibatkan karena ketidakseimbangan gerakan inversi dan fleksi pada pergelangan kaki saat menapakkan kaki. Lateral ankle sprain merupakan jenis yang paling terjadi.[1]
Faktor risiko terjadinya ankle sprain dapat berupa faktor intrinsik, misalnya kurangnya latihan fisik atau propriosepsi. Faktor risiko dapat juga bersifat ekstrinsik, seperti obesitas dan berpartisipasi dalam olahraga yang berisiko menyebabkan cedera, seperti basket, voli, dan sepak bola.[2,3]
Diagnosis ankle sprain dapat dicurigai pada pasien dengan keluhan nyeri atau bengkak pada kaki, yang didahului dengan riwayat cedera. Pada pemeriksaan fisik, dapat terlihat adanya ekimosis dan edema, disertai dengan nyeri tekan pada pergelangan kaki. Pemeriksaan rontgen, berdasarkan Ottawa ankle rules, dapat dilakukan untuk membedakan ankle sprain dengan fraktur pergelangan kaki.[2,4]
Tata laksana awal ankle sprain adalah dengan melakukan protection, rest, ice, compression, dan elevation (PRICE). Pemberian analgesik, seperti paracetamol, ibuprofen, atau diklofenak juga dapat dilakukan. Selain itu, jika rasa nyeri dan pembengkakan sudah berkurang, pasien disarankan untuk melakukan rehabilitasi fisik, yang diawali dengan perbaikan range of motion (ROM). Menurut studi-studi terbaru, terapi bedah umumnya tidak diperlukan untuk ankle sprain akut meskipun dulunya dianjurkan untuk ankle sprain akut derajat berat.[3,4]
Prognosis ankle sprain secara umum cukup baik, terutama jika terjadi sebagai cedera tunggal dan mendapatkan tata laksana adekuat. Namun, 40% pasien dapat mengalami gejala persisten dan rekurensi ankle sprain. dalam Komplikasi yang dapat timbul, antara lain nyeri kronis, chronic ankle instability, serta arthritis degeneratif.[3,5]
Edukasi ankle sprain bertujuan agar pasien memahami dan dapat melaksanakan PRICE di rumah. Edukasi juga meliputi tanda-tanda bahaya, seperti gerakan sendi yang melebihi ROM, deformitas tulang, serta jari-jari kaki teraba dingin dan tampak kebiruan. Bila terjadi salah satu tanda, pasien perlu mengunjungi fasilitas kesehatan. Pasien juga perlu memahami pentingnya terapi rehabilitasi untuk mencegah terjadinya rekurensi ankle sprain.[3,4]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra