Penatalaksanaan Ankle Sprain
Penatalaksanaan ankle sprain dapat berupa tata laksana awal, yang dikenal dengan akronim PRICE, yaitu protection, rest, ice, compression, and elevation. Tata laksana juga dilakukan dengan program rehabilitasi sendi yang bertujuan untuk mengembalikan range of motion. Tindakan pembedahan tidak rutin dilakukan untuk kasus ankle sprain.
Tata Laksana Awal
Tata laksana awal pada pasien dengan ankle sprain adalah mengontrol nyeri, memar dan mengembalikan range of motion (ROM), dengan melakukan protection, rest, ice, compression, dan elevation (PRICE). Terapi PRICE bermanfaat untuk mengurangi nyeri jangka pendek dan membantu mobilisasi kembali.[3]
Protection
Tindakan protection dapat dilakukan dengan memakai air splint, maupun ankle brace berbahan plastik atau velkro. Pada umumnya, ankle sprain tidak memerlukan pemasangan gips. Alat protektif dapat digunakan selama 4–21 hari, tergantung keparahan cedera. Penggunaan alat dapat dihentikan apabila nyeri dan pembengkakan pada area cedera sudah hampir hilang, serta ROM kembali normal, terutama pada gerakan dorsofleksi dan plantarfleksi.[3,4]
Rest
Pasien disarankan untuk mengistirahatkan pergelangan kaki selama 72 jam pertama, kemudian secara bertahap dapat mulai beraktivitas kembali. Hindari aktivitas yang dapat memperparah rasa nyeri atau bengkak. Pergerakan kaki kembali dapat dimulai dengan gerakan ROM yang tidak nyeri, misalnya dengan menggerakan kaki sesuai bentuk alfabet beberapa kali sehari.[3,4]
Ice
Kompres dingin dapat digunakan untuk meredakan bengkak, nyeri, dan spasme otot. Jangan letakkan es batu langsung pada kulit, melainkan bungkus terlebih dahulu dengan handuk. Pasien disarankan untuk melakukan kompres dingin selama 15–20 menit, 3 kali sehari.
Cryotherapy yang dilakukan 3–7 hari bermanfaat untuk mengatasi nyeri dan bengkak, serta meminimalisir pembengkakan dan perdarahan akibat terjadinya vasokontriksi. Manfaat ini terutama terjadi jika cryotherapy dilakukan dalam beberapa jam pertama setelah cedera.[3,5]
Compression
Compression dilakukan dengan menggunakan perban elastis, ankle support yang bertali, atau dengan semi-rigid brace. Penggunaan perban elastis terbukti lebih efektif dibandingkan splint dalam mengurangi edema pada ankle sprain.[4,5]
Elevation
Angkat kaki yang cedera lebih tinggi 15–25 cm di atas jantung sesering mungkin dalam 24–48 jam pertama. Hal ini dapat bermanfaat untuk mengurangi bengkak dan melancarkan aliran limfe.[3,5]
Terapi Medikamentosa
Untuk meringankan nyeri, pasien dapat mengonsumsi paracetamol, atau obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), seperti ibuprofen atau diklofenak. Studi oleh Chen, et al. pada tahun 2019 menemukan bahwa paracetamol memiliki efektivitas yang setara dengan OAINS untuk mengatasi nyeri, bengkak, perbaikan ROM dalam 2 minggu pertama setelah ankle sprain.[4,18]
Sebetulnya, OAINS cukup aman untuk digunakan pada ankle sprain. Namun, efek samping OAINS mungkin dirasakan kurang nyaman bagi pasien. Selain itu, OAINS dapat menghambat proses penyembuhan sendi secara alami akibat inhibisi respon inflamasi tubuh. Hal ini menyebabkan pemberian OAINS pada ankle sprain perlu dipertimbangkan baik-baik oleh dokter.[5]
Imobilisasi
Imobilisasi pada pasien ankle sprain masih menjadi kontroversi. Pada ankle sprain grade I dan II, pasien tidak perlu dilakukan imobilisasi. Mobilisasi dini dan penggunaan ankle functional support lebih sesuai bagi pasien-pasien dalam kelompok ini.
Namun pada pasien grade III, mobilisasi pada fase awal terasa nyeri, sehingga kepatuhan pasien akan berkurang. Imobilisasi singkat, yaitu kurang dari 10 hari dengan menggunakan gips dibawah lutut dapat bermanfaat bagi pasien grade III untuk mengurangi nyeri dan bengkak, serta menghasilkan luaran klinis yang lebih baik.[2,18]
Rehabilitasi Fungsional
Rehabilitasi fungsional dini bertujuan untuk mengembalikan ROM, diikuti dengan latihan propriosepsi, neuromuskular, dan kekuatan otot. Rehabilitasi juga berguna untuk mencegah rekurensi ankle sprain.
Latihan untuk ROM dapat dimulai begitu nyeri berkurang, terutama pada ankle sprain grade I dan II. Pasien dapat mulai berdiri pada kaki yang cedera dan menggerak-gerakan kaki untuk memperbaiki ROM. Namun, sebaiknya hindari gerakan inversi dan eversi di awal. Latihan neuromuskular dan propriosepsi berguna untuk mengembalikan keseimbangkan dan kontrol postur tubuh.
Fase penguatan otot idealnya dimulai ketika nyeri dan bengkak sudah berkurang dan pasien telah memiliki ROM yang penuh, baik pada gerakan aktif atau pasif. Pada fase awal rehabilitasi, sebaiknya pasien tetap menggunakan ankle brace ketika beraktivitas.[2–4]
Pembedahan
Pembedahan dulunya direkomendasikan untuk ankle sprain akut grade 3. Namun, menurut literatur-literatur terbaru, terapi bedah umumnya tidak diperlukan pada kasus ankle sprain akut. Pembedahan lebih bermanfaat pada pasien yang mengalami cedera ligamen sindesmotik dengan instabilitas sendi, ankle sprain yang disertai fraktur, dan chronic ankle instability.[3,5]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra