Patofisiologi Ankle Sprain
Patofisiologi ankle sprain adalah terjadinya cedera pada pergelangan kaki akibat adduksi kaki bagian depan, inversi kaki bagian belakang, atau rotasi eksternal tibia ketika pergelangan kaki berada pada posisi plantar fleksi.[6]
Anatomi Sendi Pergelangan Kaki
Pergelangan kaki merupakan persendian yang menggabungkan tibia, fibula, dan talus. Untuk menjaga stabilitas sendi, terdapat 3 sistem ligamen, yaitu kompleks ligamen lateral, ligamen deltoid medial, dan ligamen sindesmotik. Cedera pada kompleks ligamen lateral merupakan tipe ankle sprain yang paling sering terjadi.
Terdapat 3 ligamen pada kompleks ligamen lateral, yaitu anterior talofibular ligament (ATFL), calcaneofibular ligament (CFL), and posterior talofibular ligament (PTFL). Dari ketiganya, ATFL merupakan ligamen paling lemah.[3,6]
Mekanisme Terjadinya Ankle Sprain
Mekanisme ankle sprain terbagi berdasarkan posisi ligamen yang terkena, yaitu lateral ankle sprain, medial ankle sprain, dan high ankle sprain. Posisi pergelangan kaki saat cedera terjadi berbeda-beda pada setiap tipe ankle sprain.
Lateral Ankle Sprain
Cedera pada kompleks ligamen lateral disebut juga sebagai lateral ankle sprain, dan merupakan cedera traumatik terkait olahraga yang paling sering dijumpai. Sekitar 70% ankle sprain merupakan cedera pada ATFL, yang diakibatkan plantarfleksi dan inversi pada sendi pergelangan kaki.
Setelah ATFL, CFL merupakan sendi kedua tersering yang mengalami cedera. Cedera pada CFL biasa disebabkan karena gerakan dorsofleksi dan inversi. PTFL merupakan ligamen yang paling jarang mengalami cedera pada kompleks ligamen lateral.[2,4]
Medial Ankle Sprain
Mekanisme cedera pada ligamen deltoid medial atau disebut juga medial ankle sprain adalah akibat posisi eversi. Namun, ligamen ini jarang mengalami cedera tunggal, sebab kompleks deltoid superfisial membatasi momentum abduksi talar, dan kompleks deltoid profunda membatasi gerakan rotasi eksternal pada talus di tibia bagian distal.[3,4]
High Ankle Sprain
Cedera pada ligamen sindesmotik disebut juga sebagai high ankle sprain. Ligamen sindesmotik tibiofibula berfungsi untuk stabilisasi tibia bagian distal dan fibula. Mekanisme terjadinya cedera melibatkan trauma berenergi tinggi, sehingga tipe ankle sprain ini jarang ditemukan pada populasi umum, dan biasanya terjadi pada atlet olahraga kompetitif. Posisi pergelangan kaki yang dapat menyebabkan high ankle sprain, antara lain rotasi eksternal dan/atau dorsofleksi.[4,6]
Chronic Ankle Instability
Chronic ankle instability merupakan kondisi saat pasien merasakan kelemahan pada pergelangan kaki, disertai dengan rasa nyeri, kelemahan, dan berkurangnya range of motion (ROM). Kondisi ini terjadi secara episodik dan terus berulang setelah lebih dari 1 tahun sejak ankle sprain yang pertama. Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya cedera berulang.
Setelah ankle sprain yang pertama, dapat terjadi robekan mikroskopik pada ligamen pergelangan kaki yang mengakibatkan kondisi overstressing persendian. Hal ini menyebabkan instabilitas mekanik dan fungsional, sehingga pergelangan kaki lebih berisiko mengalami ankle sprain kembali.[7,8]
Instabilitas Fungsional
Instabilitas fungsional bersifat kronis, dan dideteksi berdasarkan keluhan subjektif pasien mengenai kelemahan pada pergelangan kaki atau dikenal dengan istilah ankle giving way. Namun, pada pemeriksaan fisik dan radiologi tidak ditemukan tanda-tanda instabilitas persendian.
Instabilitas fungsional diduga terjadi akibat defisit sensoris, khususnya propioseptif, disertai dengan perubahan kemampuan kontrol sensorimotor. Hal tersebut dapat mengganggu postur tubuh, mengurangi kekuatan eversi pergelangan kaki, dan mengubah kemampuan kontrol akan otot-otot yang terletak proksimal dari pergelangan kaki yang cedera. Kombinasi kelainan anatomis di atas mengakibatkan terjadinya gejala lateral ankle sprain yang persisten.[8,9]
Instabilitas Mekanik
Instabilitas mekanik ditandai dengan adanya kelenturan berlebihan yang patologis (pathological laxity) pada sendi pergelangan kaki. Secara spesifik, terjadi peningkatan kemiringan varus (varus tilt) pada saat kaki melakukan inversi.
Pada instabilitas mekanik, dapat ditemukan adanya kelenturan sendi yang patologis, restriksi arthrokinematic, serta perubahan degeneratif dan cairan sinovial pada sendi. Instabilitas mekanik dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik anterior drawer sign atau dengan stress test pada pemeriksaan radiografi.[7,8]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra