Epidemiologi Leukoplakia Mulut
Data epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi lesi leukoplakia mulut berkisar antara 1-5%. Hal ini menjadikan leukoplakia sebagai lesi prakanker yang paling sering terjadi di rongga mulut.[8-10]
Global
Angka kejadian leukoplakia dilaporkan lebih tinggi di negara-negara yang warganya masih sering mengonsumsi tembakau kunyah, seperti India, Bangladesh, Pakistan, dan Sri Lanka, dengan rata-rata prevalensi berkisar antara 4-15%. Negara-negara di Eropa dan Amerika Utara memiliki prevalensi leukoplakia yang lebih rendah, yakni dengan prevalensi berkisar antara 1-3%.
Berdasarkan jenis kelamin, leukoplakia lebih sering ditemui pada pria dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2:1. Berdasarkan usia, lesi ini lebih sering ditemukan pada individu berusia 40-an tahun, dengan insidensi puncak pada usia 50-70 tahun.
Berdasarkan lokasi anatomis, mukosa bukal merupakan area yang paling sering terkena, diikuti lateral atau ventral lidah dan dasar mulut (10-20%). Leukoplakia yang berada di dasar mulut dan ventral lidah memiliki probabilitas paling tinggi untuk berubah menjadi karsinoma sel skuamosa.[8-10]
Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara yang sebagian warganya masih memiliki kebiasaan mengunyah tembakau. Meski demikian, belum ada data spesifik mengenai prevalensi leukoplakia di Indonesia.[19,20]
Mortalitas
Tingkat risiko transformasi maligna dari leukoplakia berkisar antara 3,5-9,8%. Jika pasien mengalami transformasi menjadi karsinoma sel skuamosa oral, maka kesintasan 5 tahun dilaporkan menurun menjadi 50-66%. Jika leukoplakia tidak bertransformasi menjadi keganasan, diperkirakan bahwa tingkat mortalitas kondisi ini sangat kecil.[8-10]