Patofisiologi Leukoplakia Mulut
Patofisiologi leukoplakia mulut melibatkan proliferasi epitel skuamosa yang dipicu oleh iritasi kronis, seperti kebiasaan merokok, yang menyebabkan hiperkeratosis dan displasia epitel. Perubahan ini dapat mengganggu regulasi siklus sel, meningkatkan ekspresi onkogen, serta menurunkan mekanisme apoptosis, sehingga berpotensi berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa.[3-5]
Faktor Iritatif dalam Perubahan Epitel
Faktor iritan kronis yang meliputi paparan tembakau, konsumsi alkohol, infeksi mikroorganisme (utamanya human papilloma virus/HPV), serta iritasi mekanis seperti tepi gigi tiruan dan alat orthodonti dapat menstimulasi proliferasi epitel. Sebagai konsekuensinya, dapat terjadi hiperkeratosis, akantosis, atau displasia.
Pada kondisi hiperkeratosis, sel epitel rongga mulut akan memberikan respon adaptif berupa akumulasi keratin berlebihan. Pada akantosis, terjadi penebalan lapisan stratum spinosum akibat peningkatan proliferasi sel basal. Jika iritasi berlanjut, maka akan terjadi kondisi displasia epitel, yaitu terjadinya pertumbuhan, diferensiasi, dan organisasi sel yang abnormal. Displasia ini yang dapat berkembang menjadi karsinoma in situ.[3-5]
Disregulasi Tumor Suppressor Genes (TP53)
Gen TP53 merupakan gen supresor tumor yang paling banyak dipelajari dan ditemukan pada lengan pendek kromosom 17. Gen ini bertanggung jawab atas kontrol siklus sel dan proses apoptosis. Mutasi TP53 dapat mengganggu fungsi regulasi dan menyebabkan pertumbuhan sel tidak terkendali. Akibatnya, sel kehilangan kemampuan untuk apoptosis, sehingga sel yang rusak tetap bertahan dan akhirnya berkembang menjadi kanker. Mutasi gen ini ditemukan pada banyak kasus leukoplakia, terutama yang mengalami displasia.[3-5]
Aktivasi Jalur Onkogen
Selain terjadinya disregulasi TP53, displasia epitel juga dapat menyebabkan aktivasi jalur onkogen yang mengakibatkan proliferasi sel yang tidak terkendali, hilangnya kontrol terhadap siklus sel, dan peningkatan kemampuan invasi sel. Ketiga proses tersebut masing-masing diperankan oleh onkogen RAS, MYC, dan EFGR yang mengalami mutasi jika terjadi displasia sedang hingga berat.
RAS (Rat Sarcoma Virus) berperan menjadi saklar di dalam sel yang akan aktif ketika menerima sinyal pertumbuhan seperti epidermal growth factor (EGF). Salah satu jalur utama aktivasi RAS adalah jalur MAPK (mitogen-activated protein kinase), yang berperan dalam pertumbuhan dan pembelahan sel, utamanya pada sel epitel. Saat RAS bermutasi, maka protein akan aktif secara terus menerus, menyebabkan pembelahan sel secara tidak terkontrol.
MYC (Myelocytomatosis Viral Oncogene) merupakan faktor transkripsi, yang berperan dalam aktivasi ekspresi gen di dalam sel. MYC utamanya mengontrol gen yang bertanggung jawab atas siklus sel. Pada kondisi leukoplakia mulut, MYC sering ditemukan berada dalam kondisi overekspresi, yang mengakibatkan sel epitel yang terus membelah dan hilangnya kontrol terhadap apoptosis.
EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor) merupakan reseptor protein yang berada di permukaan sel epitel. Saat diaktifkan oleh EGF, EGFR akan mengaktifkan enzim MMPs yang secara tidak langsung membantu sel kanker menginvasi jaringan sekitarnya. Pada leukoplakia, EGFR akan mengalami overekspresi, sehingga akan semakin meningkatkan kemampuan invasi sel kanker.[3-5]
Ketidakseimbangan Regulasi Apoptosis
Apoptosis berperan dalam eliminasi sel yang rusak, tidak dibutuhkan, atau berbahaya bagi tubuh. Pada leukoplakia, terjadinya ketidakseimbangan regulasi apoptosis yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan maligna, terutama karsinoma sel skuamosa.
BCL-2 merupakan protein anti-apoptosis yang berperan untuk mencegah sel sehat dari kematian dini. Namun, pada sel-sel displastik, BCL-2 akan diproduksi berlebihan, yang menyebabkan sel-sel yang seharusnya mati justru tidak mati. Semakin banyak sel rusak yang menumpuk, maka semakin tinggi kemungkinan untuk lesi berkembang menjadi keganasan.
Sementara, BAX adalah protein pro-apoptosis yang berperan sebagai pemicu utama kematian sel. Pada sel displastik, protein ini justru akan menurun produksinya, menyebabkan sel yang rusak tetap bertahan, terakumulasi, dan meningkatkan risiko keganasan.[3-5]
Peran Faktor Epigenetik dan Deregulasi MikroRNA
Pada leukoplakia, akan terjadi hipermetilasi gen tumor supresor, khususnya p16 dan p21 yang akan menghambat siklus sel. Akibatnya produksi sel akan terjadi secara berlebihan dan berpotensi menyebabkan keganasan. Selain itu, deregulasi mikroRNA khususnya miRNA-21 dan miRNA-31 akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel dan di saat yang bersamaan justru menghambat apoptosis.[3-5]
Respon Inflamasi
Pada tahap awal perkembangan leukoplakia, akan terjadi respon inflamasi berupa infiltrasi limfosit dan makrofag yang akan memicu stres oksidatif dan pelepasan sitokin pro-inflamasi. Paparan rokok dan alkohol kemudian akan menghasilkan radikal bebas (ROS) yang merusak DNA sehingga akan memperburuk respon inflamasi tadi. Selain itu, ROS juga akan meningkatkan mutasi genetik dan mempercepat displasia.
Pada mulanya, leukoplakia akan minim vaskularisasi. Namun, seiring dengan perkembangan lesi, ekspresi vascular endothelial growth factor (VEGF) akan meningkat yang kemudian merangsang terjadinya angiogenesis. Dengan demikian, sel-sel neoplastik akan mendapatkan suplai nutrisi yang dapat digunakannya untuk bertumbuh dan berkembang menjadi keganasan.[3-5]