Pendahuluan Fraktur Cuboid
Fraktur cuboid adalah cedera patah tulang kaki pada os cuboid, salah satu tulang midfoot yang berperan dalam stabilitas dan panjang kolumna lateral kaki. Cedera ini umumnya terjadi akibat trauma torsi atau kompresi, seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, atau cedera olahraga berenergi tinggi yang menyebabkan tekanan aksial pada kaki dalam posisi plantarfleksi.[1-3]
Os cuboid merupakan salah satu dari tujuh tulang tarsal. Tulang ini berbentuk kotak atau kubikal dengan tonjolan pada permukaan plantar, disebut dengan tuberositas cuboid. Tulang ini terletak di lateral dari bagian distal tarsus dan membentuk bagian tengah dari kolumna lateral kaki. Os cuboid menyediakan tempat perlengketan untuk tendon muskulus peroneus longus dan muskulus tibialis posterior.[2]
Etiologi fraktur cuboid mencakup kompresi pada kecelakaan mobil atau cedera remuk pada bagian lateral dari dorsum tarsal akibat benda berat yang jatuh di atas kaki. Etiologi lain yaitu cedera avulsi pada ligamen yang melekat pada os cuboid, misalnya ligamen kalkaneocuboid. Selain itu, etiologi fraktur stress yaitu penggunaan berlebihan atau tekanan mekanik repetitif.[1,3]
Diagnosis fraktur cuboid memiliki tantangan tersendiri, terutama akibat gambaran klinis yang kurang spesifik. Beberapa manifestasi klinis yang mengarah pada kecurigaan fraktur cuboid yaitu nyeri pada bagian lateral kaki, menolak untuk berjalan dengan bagian lateral kaki, dan antalgic push-off. Pemeriksaan rontgen kaki bisa digunakan untuk konfirmasi diagnosis.[1,4]
Fraktur cuboid jarang terjadi sendiri dan umumnya terjadi bersamaan dengan fraktur midfoot lain, termasuk kompleks Lisfranc. Fraktur avulsi biasanya disebabkan oleh cedera torsi, seperti supinasi dengan inversi hindfoot dan adduksi forefoot ditambah rotasi eksternal tibia, sedangkan fraktur remuk terjadi akibat trauma energi tinggi dengan depresi atau splitting pada permukaan artikular cuboid.[5,6]
Penatalaksanaan fraktur cuboid bergantung pada jenis dan keparahan fraktur. Metode terapi konservatif sering digunakan pada fraktur energi rendah tanpa pergeseran, misalnya fraktur avulsi dan fraktur stress. Terapi bedah. seperti reduksi dan osteosentesis eksternal atau internal, digunakan pada cedera energi tinggi seperti fraktur kompleks.[1]
Pascaoperasi, pasien ditempatkan pada bidai posterior tungkai bawah selama 2 minggu. Selanjutnya, pasien tetap non–weight-bearing selama 4 minggu dalam gips, kemudian beralih ke walker boot dengan peningkatan progresif beban hingga mencapai beban penuh pada 12 minggu. Pasien perlu disarankan berhenti merokok untuk mendukung penyembuhan jaringan lunak dan tulang.[6]
