Penatalaksanaan Fraktur Cuboid
Penatalaksanaan fraktur cuboid ditentukan berdasarkan derajat keparahan dan pola fraktur. Fraktur non-displaced akibat trauma energi rendah, seperti avulsi atau fraktur stres, umumnya ditangani secara konservatif. Sebaliknya, fraktur kompleks akibat trauma energi tinggi dengan dislokasi artikular >1 mm atau pemendekan kolumna lateral >3 mm memerlukan reduksi anatomi melalui fiksasi internal atau eksternal.[1,6,9]
Terapi Konservatif
Penatalaksanaan konservatif atau non-operatif diindikasikan pada fraktur artikular tanpa dislokasi (<1 mm) atau fraktur avulsi akibat trauma energi rendah, dengan tujuan memungkinkan latihan pergerakan dini.
Pada fraktur dengan nyeri dan bengkak minimal, pasien dapat diterapi menggunakan bebat elastis atau sepatu fraktur dan parsial weight-bearing hingga regresi gejala terjadi. Pada kasus nyeri berat, dapat diberikan gips berjalan atau gips fungsional selama 4-6 minggu.
Fraktur stress memerlukan pembatasan aktivitas dan penggunaan tungkai dengan plantar arch support. Fraktur avulsi ringan dapat diterapi dengan perban, brace, protected weight bearing dan sepatu fraktur selama 4-6 minggu. Sementara itu, pada pasien dengan nyeri sedang-berat atau bengkak jaringan lunak, diberikan gips selama 2 minggu untuk mencegah posisi equinus, karena terdapat risiko instabilitas lanjutan.[1,4,9]
Kontrol pertama dilakukan pada 2 minggu dengan rontgen weight bearing atau stress view untuk menyingkirkan fraktur tersembunyi, cedera ligamen, atau subluksasi. Selama masa terapi konservatif, seluruh pasien memerlukan evaluasi radiografi rutin tiap bulan guna mencegah non-union. Jika nyeri membaik, pasien boleh menapak bertahap. Jika nyeri menetap dapat dipertimbangkan terapi bedah.[1,9]
Pembedahan
Pembedahan pada fraktur cuboid diindikasikan bila terdapat pergeseran artikular >1 mm atau pemendekan kolumna lateral >3 mm, karena kondisi ini dapat menimbulkan deformitas flatfoot serta memperburuk fungsi sendi. Fraktur cuboid terbuka merupakan satu-satunya indikasi absolut untuk tindakan bedah darurat. Sementara itu, bedah elektif lebih disarankan untuk memastikan perbaikan jaringan lunak.[1,4]
Prinsip utama operasi adalah mengembalikan kesesuaian permukaan sendi, mempertahankan panjang kolumna lateral, serta menjaga stabilitas sendi Chopart dan Lisfranc. Metode yang digunakan meliputi fiksator eksternal, open reduction and internal fixation (ORIF) dengan kawat Kirschner (k-wire), sekrup, atau plate, sering kali dengan tambahan cangkok tulang.[1,4]
Tabel 1. Pilihan Tindakan Bedah pada Fraktur Cuboid
| Tipe Fraktur Kuboid | Tipe 1 (Fraktur simpleks | Tipe 2 | |||
| Tipe 2A (simple comminution) | Tipe 2B (articular comminution) | Tipe 2 C (burst fracture) | |||
| Tipe 2 B1 (permukaan artikular dapat disintesis) | Tipe 2 B2 (permukaan artikular tidak dapat disintesis) | ||||
| Pilihan Tata Laksana | Reduksi dan fiksasi internal dengan screw, tanpa bone graft, | Bone graft sentral, reduksi dan fiksasi internal dengan locking plate | Reduksi permukaan artikular, structural graft, serta reduksi dan fiksasi internal dengan locking plate | Reseksi fragmen artikular kecil, graft tulang krista iliaka dengan periosteum, reduksi dan fiksasi internal anatomis menggunakan locking plate | Graft tulang krista iliaka dengan periosteum, fiksasi eksternal atau pemasangan bridging plate. |
Sumber: dr. Siti Solichatul Makkiyyah, Alomedika, 2025.[5]
Fraktur Kominutif Berat
Pada fraktur remuk berat dengan keterlibatan sendi luas, artrodesis midtarsal primer bisa dipertimbangkan, terutama pada pasien dengan aktivitas rendah. Pada fraktur kominutif berat atau kondisi jaringan lunak buruk, fiksasi eksternal dapat dipilih. Prosedur operasi dilakukan melalui insisi lateral untuk memaparkan sendi kalkaneocuboid dan tarsometatarsal, kemudian dilakukan rekonstruksi permukaan sendi serta penempatan plate dan cangkok tulang bila perlu.
Distraktor atau fiksator eksternal dipasang dari kalkaneus ke metatarsal IV-V untuk mengembalikan panjang kolumna lateral, dan dapat dipertahankan 6–8 minggu untuk mengurangi gaya kompresi.[1,4,5,9]
Subluksasi dan Dislokasi Cuboid
Pada kasus subluksasi atau dislokasi cuboid, reduksi dapat dicapai dengan K-wire berulir yang dikombinasikan dengan fiksator eksternal, dan fiksasi dipertahankan dengan K-wire atau sekrup yang melintang ke kalkaneus dan kuneiform lateral.[9]
Perawatan Pascaoperasi
Pascaoperasi, tungkai ditempatkan dalam gips netral selama 6 minggu, tanpa weight bearing hingga stabilitas tulang dan ligamen tercapai. Setelah itu, dapat digunakan walking boot dengan peningkatan beban bertahap. K-wire atau fiksator eksternal dilepas setelah 6–8 minggu, dan full weight bearing diperbolehkan setelah 12 minggu.[6,9]
Terapi Suportif
Terapi suportif pada fraktur cuboid bertujuan mendukung penyembuhan tulang dan meminimalkan komplikasi muskuloskeletal. Tata laksana suportif diawali dengan pemberian kompres es dan obat pereda nyeri seperti paracetamol atau obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Selain itu, rehabilitasi bertahap, optimalisasi status nutrisi, dan berhenti merokok sebaiknya dilakukan untuk mendukung pemulihan jaringan.[1,3,6]
Terapi Rehabilitatif
Rehabilitasi dimulai setelah fase imobilisasi awal, ketika penyembuhan tulang telah cukup untuk memungkinkan mobilisasi terbatas tanpa risiko dislokasi fragmen. Prinsip utama mencakup pengendalian edema, pemulihan rentang gerak sendi, dan penguatan otot-otot intrinsik serta ekstrinsik kaki.
Pada fase awal (0–6 minggu), pasien dianjurkan non–weight bearing dengan imobilisasi menggunakan gips atau walker boot, disertai latihan isometrik otot tungkai bawah untuk mencegah atrofi. Setelah radiografi menunjukkan penyembuhan tulang yang memadai, beban parsial dapat dimulai secara bertahap, diikuti dengan latihan rentang gerak.
Pada fase lanjut (6–12 minggu), dilakukan peningkatan progresif beban hingga full weight bearing dengan latihan proprioseptif, penguatan otot peroneus, dan koreksi pola berjalan untuk memulihkan stabilitas lateral. Pemantauan berkala terhadap nyeri dan fungsi sangat penting untuk menyesuaikan intensitas latihan serta mencegah overuse yang dapat memicu nyeri residual atau deformitas planus.[1,3,6,9]
Terapi Suportif pada Fraktur Stress
Pada kasus fraktur stress, beberapa terapi tambahan oral yang pernah diteliti meliputi pemberian bisfosfonat, kontrasepsi oral, dan suplementasi vitamin D. Bisfosfonat bekerja dengan menghambat aktivitas osteoklas sehingga mengurangi resorpsi tulang, namun efikasinya dalam pencegahan fraktur stres masih belum jelas.
Penggunaan kontrasepsi oral untuk meningkatkan kepadatan tulang juga kontroversial. Studi pada 150 pelari wanita menunjukkan tren penurunan fraktur stress tetapi tidak signifikan secara statistik. Sebaliknya, suplementasi vitamin D 800 IU dengan kalsium 2000mg dilaporkan menurunkan risiko fraktur stress pada penelitian terhadap 5201 wanita angkatan laut di Amerika Serikat.[3]
Terapi Suportif Lainnya
Beberapa tahun terakhir, bone stimulator mendapat perhatian sebagai terapi tambahan fraktur. Terdapat dua jenis perangkat, yaitu stimulasi elektromagnetik dan ultrasound pulse.
Stimulasi elektromagnetik bekerja dengan menghasilkan medan magnet pada lokasi fraktur untuk membuka kanal kalsium sel, meningkatkan kalmodulin, dan merangsang proliferasi sel. Meski demikian, efikasinya dalam mempercepat pertumbuhan belum terbukti.
Perangkat ultrasound pulse diduga meningkatkan faktor pertumbuhan endotel vaskular dan fibroblas sehingga merangsang angiogenesis. Namun, data efikasinya juga masih terbatas.[3]