Diagnosis Fraktur Cuboid
Diagnosis fraktur cuboid perlu dicurigai pada pasien dengan nyeri, bengkak, atau memar pada sisi lateral midfoot setelah trauma torsi atau kompresi. Rontgen kaki dengan proyeksi anteroposterior, oblik, dan lateral adalah pemeriksaan awal untuk diagnosis, meskipun fraktur kecil sering terlewat akibat kompleksitas anatomi. Untuk evaluasi yang lebih akurat, terutama pada cedera yang kompleks, CT scan atau MRI bisa dipertimbangkan.[1,4,6]
Anamnesis
Pada anamnesis fraktur cuboid, pasien umumnya memiliki riwayat trauma torsi atau kompresi pada kaki, seperti kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, atau tertimpa benda berat pada sisi lateral kaki. Keluhan utama biasanya berupa nyeri di daerah lateral midfoot yang memburuk saat menumpu beban, disertai pembengkakan, memar, dan terkadang sensasi krepitasi.
Pada kasus fraktur stres, gejala dapat muncul secara bertahap berupa nyeri tumpul yang meningkat dengan aktivitas dan berkurang saat istirahat, sering tanpa riwayat trauma akut yang jelas.
Pasien juga dapat mengeluhkan kesulitan berjalan atau rasa tidak stabil pada kaki bagian luar akibat gangguan integritas kolumna lateral. Riwayat cedera sebelumnya pada pergelangan atau kaki, aktivitas fisik berlebihan, serta kondisi yang menurunkan kekuatan tulang seperti osteoporosis perlu digali karena dapat menjadi faktor predisposisi.
Identifikasi mekanisme cedera yang spesifik, seperti posisi kaki saat trauma (misalnya plantarfleksi dengan abduksi paksa), diperlukan untuk memperkirakan pola fraktur dan kemungkinan keterlibatan struktur midfoot lainnya, termasuk kompleks Lisfranc atau kalkaneokuboid.[1-3,6]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan nyeri tekan terlokalisasi pada aspek lateral midfoot, terutama di atas artikulasi kalkaneokuboid dan basis metatarsal IV-V. Pembengkakan, hematoma, dan kadang deformitas lateral dapat terlihat, terutama pada fraktur akibat trauma energi tinggi. Pergerakan kaki, khususnya inversi dan eversi, seringkali menimbulkan nyeri.
Pada fraktur avulsi ringan, tanda klinis bisa minimal dan mudah terlewat. Pada kasus berat, dapat ditemukan skin tenting akibat pergeseran fragmen tulang yang menekan jaringan lunak, yang memerlukan perhatian bedah segera. Pada fraktur dengan keterlibatan kompleks Lisfranc atau Chopart, dapat ditemukan nyeri difus pada punggung kaki dan keterbatasan gerak sendi tarsometatarsal.
Lakukan evaluasi stabilitas midfoot dan integritas kolumna lateral dengan uji gerak pasif maupun beban parsial untuk mendeteksi adanya ketidakstabilan atau deformitas planus. Pemeriksaan neurovaskular dilakukan untuk menyingkirkan cedera saraf peroneal superfisial atau gangguan perfusi lokal akibat edema atau kompresi fragmen.[1,4,6]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari fraktur cuboid adalah tendonitis peroneus brevis, sindrom subluksasi cuboid, dan osteoarthritis tarsometatarsal.[1,3,7,8]
Tendonitis Peroneus Brevis
Tendonitis peroneus brevis adalah peradangan pada tendon yang melekat pada basis atau styloid metatarsal V (paling lateral). Ciri kondisi ini yaitu nyeri pada palpasi dan nyeri yang sangat terlokalisir pada eversi, yaitu pasien diminta menggerakkan kaki keluar melawan tahanan tangan pemeriksa. Pada gerakan ini, tendon peroneus brevis akan berkontraksi dan menimbulkan nyeri terlokalisir pada area insersi.[3]
Sindrom Subluksasi Cuboid
Sindrom ini merupakan gangguan pada sendi cuboid-calcaneus atau cuboid-metatarsal yang mengakibatkan subluksasi atau malalignment cuboid. Penyebab kondisi ini adalah cedera plantar-fleksi dan inversi pergelangan kaki yang mengakibatkan tarikan otot peroneus longus yang melekat di cuboid sehingga cuboid tertarik keluar dari posisi normalnya.
Pada kondisi ini nyeri pada area lateral midfoot namun lebih difus dari nyeri pada fraktur cuboid. Pasien dapat pula mengeluhkan rasa mengganjal saat berjalan dan kesulitan untuk melakukan push-off pada saat berjalan. Perbedaan pada hasil pemeriksaan penunjang yaitu tidak ditemukan adanya fraktur os cuboid pada gambaran rontgen, sehingga diagnosis bersifat klinis.[3,6]
Osteoarthritis Tarsometatarsal (OA TMT)
Osteoarthritis tarsometatarsal (OA TMT) merupakan kondisi degenerasi sendi antara tarsal (cuneiform, cuboid) dan metatarsal yang menyebabkan nyeri kronik pada area lateral atau medial dari midfoot. Gejala kondisi ini yaitu pola nyeri diurnal, yaitu nyeri dimulai pada pagi hari saat bangun tidur, diikuti interval bebas nyeri setelah beberapa menit bergerak, kemudian nyeri meningkat dengan aktivitas sepanjang hari.
Pada pemeriksaan fisik lokalis sulit membedakan antara OA TMT dengan patologi cuboid sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang. Pada gambaran rontgen dapat dijumpai ciri osteoarthritis, seperti penyempitan ruang sendi, osteofit, dan kista tulang subkondral pada sendi tarsal-metatarsal.[3]
Cedera Lisfranc
Cedera Lisfranc merupakan deskripsi cedera pada kompleks sendi Lisfranc (tarsometatarsal) yang meliputi sprain, subluksasi, dislokasi, pelebaran sendi, dan cedera remuk. Sendi Lisfranc terletak antara metatarsal I-III dan os kuneiform pada bagian medial, intermediata, dan lateral.
Gejala mencakup nyeri dan bengkak pada sendi TMT di midfoot, ekimosis plantaris yaitu memar pada telapak kaki atau disebut juga tanda Mondor, kaki melebar atau mendatar yang bisa muncul akibat dislokasi, dan adanya positive gap antara jari 1 dan 2 akibat instabilitas interkuneiformis yang menunjukkan adanya robekan ligament Lisfranc.[1,7,8]
Dislokasi Chopart
Sendi Chopart atau midtarsal terdiri dari sendi talonavikular dan kalkaneocuboid yang berperan penting pada stabilitas kolumna lateral dan medial dari midfoot. Dislokasi Chopart biasanya mengakibatkan nyeri, bengkak, dan deformitas pada seluruh bagian midfoot (lateral dan medial), pasien sering tidak bisa menapakkan kaki.[8]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang, terutama pencitraan, diperlukan untuk mengonfirmasi area yang mengalami cedera.
Rontgen Kaki
Rontgen kaki dapat menunjukkan secara jelas area yang mengalami cedera. Bidang yang diperlukan meliputi anterior, posterior, lateral dan oblik. Rontgen kaki kontralateral diperlukan sebagai perbandingan dan menentukan panjang kolumna lateral kaki yang diperlukan pada perencanaan tindakan operasi.
Bidang anteroposterior digunakan untuk evaluasi integritas kolumna lateral kaki dan menunjukkan deformitas pada bidang transversal. Bidang lateral digunakan untuk menilai sendi kalkaneocuboid dan dapat menunjukkan fraktur avulsi. Bidang oblik digunakan untuk menilai fraktur cuboid karena dapat menunjukkan dengan jelas os cuboid dan artikulasinya dengan metatarsal dan kalkaneus, bebas dari superimposisi tulang lain, serta menunjukkan panjang kolumna lateralis.[1,6]
CT Scan
CT scan bermanfaat dalam memberikan informasi tambahan mengenai ukuran, lokasi secara presisi, pola fraktur pada os cuboid, serta cedera tambahan yang terjadi misalnya fraktur pada lokasi lain atau dislokasi sendi dan tulang lain. CT scan juga dapat memberikan gambaran sendi tarsometatarsal dan Lisfranc serta proses penyembuhan fraktur.[1,6]
MRI
Pada kasus di mana kecurigaan fraktur cuboid mendapat hasil negatif pada pemeriksaan rontgen, pemeriksaan MRI dapat membantu menunjukkan dengan jelas gambaran fraktur cuboid pada anak dan dewasa.[1,6]
Sonografi
Meskipun sonografi tidak menjadi metode pilihan deteksi fraktur cuboid, namun dapat membantu pada kasus nyeri dan bengkak di sekitar tulang dengan fraktur yang sangat ringan dan hasil rontgen negatif. USG bilateral meliputi bidang longitudinal dan transversal menunjukkan diskontinuitas kortikal dan cortical step yang menunjukkan adanya pergeseran korteks pada area fraktur.[1]
Skintigrafi
Skintigrafi dapat menunjukkan ambilan fokal pada os cuboid dan digunakan pada diagnosis dini fraktur cuboid, khususnya pada kasus fraktur stress dengan pemeriksaan fisik dan rontgen negatif. Namun, karena area anatomi yang kompleks, akurasi diagnostik pemeriksaan ini kurang baik.[1]
Klasifikasi Fraktur Cuboid
Hingga saat ini, belum ada sistem klasifikasi khusus untuk fraktur cuboid. Banyak klasifikasi cedera kaki yang meliputi os cuboid, misalnya klasifikasi cedera Lisfranc dan Chopart. Namun, ciri penting untuk klasifikasi fraktur cuboid yaitu pergeseran, keterlibatan permukaan artikular (stabil atau tidak), dan apakah jenis frakturnya kompresi (remuk) atau distraksi (avulsi).[4]
Klasifikasi Orthopaedic Trauma Association
Klasifikasi oleh Orthopaedic Trauma Association mengelompokkan fraktur cuboid dalam tiga kelompok yaitu fraktur ekstra-artikular (grup A), fraktur yang melibatkan sendi kalkaneocuboid atau metatarsocuboid (Grup B), dan kelompok cedera kompleks (remuk) yang melibatkan seluruh permukaan sendi utama (grup C).
Klasifikasi ini selanjutnya membagi fraktur berdasarkan kompleksitas, bidang, dan bagian tulang yang terlibat. Tiap kelompok diberi kode angka yang semakin besar angka menunjukkan cedera yang semakin signifikan. Tiap kelompok dan kode angka ini selanjutnya dapat berupa tipe 1 (fraktur sederhana) atau tipe 2 (kominutif).[9]
Klasifikasi Lainnya
Sebuah penelitian menyarankan suatu algoritma tata laksana berdasarkan klasifikasi berikut:
Tabel 1. Algoritma Klasifikasi Fraktur Cuboid
| Klasifikasi | Gambaran Klinis |
| Tipe 1 | Fraktur sederhana: Fraktur sederhana tanpa fragmen yang terpecah. |
| Tipe 2 | Fraktur kominutif: fraktur dengan pecahan fragmen |
| Tipe 2A | Kominutif sentral |
| Tipe 2B | Kominutif artikular |
| Tipe 2B1 | Permukaan artikular dapat disintesis |
| Tipe 2B2 | Permukaan artikular tidak dapat disintesis |
| Tipe 2C | Fraktur remuk |
Sumber: dr. Siti Solichatul Makkiyyah, Alomedika, 2025.[5]