Teknik Transfusi Darah Masif
Teknik transfusi darah masif atau massive blood transfusion meliputi protokol transfusi masif atau MTP, di mana rasio transfusi yang direkomendasi adalah 1:1:1 hingga 1:1:2 untuk plasma, platelet, dan sel darah merah. Adjuncts berupa asam traneksamat dapat diberikan dalam 3 jam pertama trauma. Penghentian MTP dilakukan setelah kontrol perdarahan tercapai dan parameter fisiologis stabil.[1-3]
Persiapan Pasien
Persiapan pasien menyerupai persiapan pada prosedur transfusi darah pada umumnya. Informasikan kepada pasien dan keluarga mengenai indikasi transfusi darah masif dan minta informed consent. Dokter umumnya perlu mengisi formulir khusus untuk meminta darah, yang memuat informasi tentang identitas pasien, tanggal permintaan darah, dan indikasi. Lakukan pemeriksaan cross-matching dan periksa ulang kantong darah untuk memastikan bahwa darah yang akan diberikan sudah sesuai.[1-3,5,6]
Peralatan
Rapid infusion device (RID) digunakan untuk mempercepat transfusi darah, terutama pada pasien dengan perdarahan masif. Warming device bisa memanaskan darah yang akan ditransfusi untuk mencegah hipotermia akibat pemberian darah dingin dari bank darah.[1-3]
Posisi Pasien
Sebelum melakukan transfusi, posisikan pasien rileks di atas tempat tidur. Lengan yang akan digunakan untuk transfusi diatur dalam posisi ekstensi.[1-3]
Prosedural
Pada prinsipnya, teknik transfusi darah masif meliputi:
- Aktivasi protokol transfusi masif (MTP): rasio transfusi darah yang direkomendasi antara 1:1:1 hingga 1:1:2 untuk plasma, platelet, dan sel darah merah (RBC). Produk darah universal seperti RBC O Rh-negatif dan plasma thawed harus tersedia segera setelah aktivasi MTP
- Pemberian adjuncts: asam traneksamat (TXA) diberikan dalam 3 jam pertama trauma. Penggunaan viskoelastik seperti thromboelastography (TEG) atau rotational thromboelastometry (ROTEM) untuk panduan transfusi berbasis laboratorium dapat dilakukan
- Penghentian MTP: dilakukan setelah kontrol perdarahan tercapai dan parameter fisiologis stabil[1-3]
Pelaksanaan transfusi darah masif melibatkan langkah-langkah sistematis untuk bisa menggantikan volume darah yang hilang secara cepat dan efektif, sekaligus mengatasi koagulopati, hipovolemia, dan komplikasi lainnya.[1-3]
Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait transfusi darah masif:
- Penundaan aktivasi protokol transfusi darah masif dan keterlambatan pengiriman produk darah pertama dapat memperpanjang waktu untuk mencapai hemostasis dan meningkatkan mortalitas
- Rasio transfusi yang terlalu tinggi (>3:1) dikaitkan dengan hasil yang lebih buruk dibandingkan rasio 1:1 hingga 2:1
- Pemberian asam traneksamat (TXA) setelah 3 jam cedera dapat meningkatkan risiko komplikasi
- Penggunaan protokol transfusi darah masif yang tidak tepat atau tidak sesuai indikasi dapat menyebabkan pemborosan produk darah
- Transfusi masif pada pasien dengan koagulopati yang sudah ada sebelumnya memerlukan pertimbangan khusus
- Risiko overload cairan dan komplikasi terkait transfusi seperti Transfusion-Related Acute Lung Injury (TRALI) meningkat dengan volume transfusi yang besar
- Pasien dengan riwayat reaksi transfusi sebelumnya memerlukan perhatian khusus saat transfusi darah masif
- Penggunaan transfusi darah masif pada pasien dengan perdarahan minor atau yang dapat diatasi dengan cara lain harus dihindari[1-3]
Aktivasi Protokol Transfusi Masif (MTP)
Protokol standar MTP diaktivasi berdasarkan kriteria klinis seperti tekanan darah sistolik <90 mmHg, denyut nadi >120 kali/menit, atau berdasarkan skor Assessment of Blood Consumption (ABC). Rasio transfusi yang direkomendasikan adalah 1:1:1 hingga 1:1:2 (plasma, platelet, dan sel darah merah) untuk menjaga hemostasis.[1-3]
Penggunaan Peralatan Khusus
Rapid infusion device (RID) digunakan untuk mempercepat transfusi darah, terutama pada pasien dengan perdarahan masif. Warming device digunakan untuk memanaskan darah dari bank darah agar tidak dingin.[1-3]
Teknik Pendukung Transfusi
Hemodilusi dan pemanasan perlu dilakukan. Darah dapat diencerkan dan dipanaskan hingga 39°C untuk meningkatkan laju aliran darah, sehingga mempercepat resusitasi. Terdapat juga teknik Intraoperative Cell Salvage (ICS), di mana darah pasien yang hilang selama operasi dikumpulkan, disaring, dan dikembalikan ke tubuh pasien untuk mengurangi kebutuhan transfusi alogenik.[1-5]
Ada juga teknik Acute Normovolemic Hemodilution (ANH), di mana sebagian darah pasien diambil sebelum operasi dan digantikan dengan cairan kristaloid atau koloid untuk mempertahankan volume darah, kemudian dikembalikan setelah perdarahan berhenti.[1-5]
Pemantauan Koagulasi
Viskoelastik seperti TEG atau ROTEM dapat membantu memandu transfusi berbasis kondisi koagulasi pasien secara real-time. Hal ini memungkinkan pendekatan transfusi yang lebih terarah dan mengurangi penggunaan produk darah secara berlebihan.[1-3]
Penyesuaian Berdasarkan Kebutuhan Pasien
Transfusi disesuaikan dengan parameter laboratorium seperti hemoglobin, hematokrit, international normalized ratio (INR), fibrinogen, dan kadar kalsium ionisasi. Koreksi hipokalsemia dilakukan dengan pemberian kalsium karena sitrat dalam produk darah dapat mengikat kalsium tubuh.[1-3]
Penghentian Protokol
Protokol transfusi masif dapat dihentikan setelah perdarahan terkendali dan parameter fisiologis pasien stabil.[1-3]
Follow Up
Evaluasi dilakukan untuk memastikan tidak ada komplikasi akibat transfusi. Beberapa contoh komplikasi adalah gangguan koagulasi, asidosis, hiperkalemia, hipokalsemia, kelebihan volume, dan reaksi transfusi akut.[1-3]