Kontraindikasi dan Peringatan Thalidomide
Kontraindikasi thalidomide adalah pemberian pada kehamilan dan pada pasien dengan hipersensitivitas terhadap obat ini. Peringatan diperlukan terkait risiko teratogenisitas dan pencegahan kejadian tromboemboli.[1,4,5]
Kontraindikasi
Thalidomide dikontraindikasikan untuk digunakan oleh wanita hamil karena risiko tinggi cacat lahir. Selain itu, obat ini tidak boleh digunakan oleh wanita subur dan pria dewasa yang aktif secara seksual kecuali dengan pemantauan kehamilan yang ketat dan penggunaan kontrasepsi yang efektif.
Thalidomide juga tidak boleh diberikan kepada individu yang memiliki hipersensitivitas yang diketahui terhadap obat ini atau bahan lain dalam formulasi. Ini mencakup mereka yang memiliki reaksi alergi ringan maupun berat seperti angioedema dan anafilaksis.[4,5]
Peringatan
Peringatan utama dalam penggunaan thalidomide adalah mengenai efek buruknya pada janin dan risiko tromboemboli.
Pencegahan Paparan Pada Wanita Hamil
Hal berikut ini perlu diperhatikan untuk mencegah paparan thalidomide pada wanita hamil:
- Berikan edukasi kepada pasien tentang manfaat dan efek samping thalidomide, termasuk mengenai teratogenisitas
- Pasien harus menerima konseling bahwa ia wajib menggunakan kontrasepsi dan melakukan tes kehamilan rutin sebelum dan selama penggunaan thalidomide
- Ketika meresepkan thalidomide, pastikan untuk tidak memberikan resep melebihi kebutuhan selama 28 hari.
- Pria yang aktif secara seksual dan mengonsumsi thalidomide harus menghindari kontak seksual tanpa pengaman dan dilarang mendonorkan semen selama mengonsumsi obat hingga 4 minggu setelah menghentikan obat.[1-3,5]
Pemantauan Kehamilan
Sebelum memulai terapi dengan thalidomide, pasien wanita usia subur harus menjalani dua tes kehamilan untuk memastikan mereka tidak sedang hamil, yaitu 10–14 hari sebelum terapi dimulai dan dalam 24 jam sebelum dosis pertama diberikan. Selama terapi berlangsung, pengawasan kehamilan tetap diperlukan dengan tes kehamilan berkala. Tes dilakukan setiap minggu selama bulan pertama, dan kemudian setiap 2 atau 4 minggu tergantung pada keteraturan siklus menstruasi pasien.[5]
Risiko Tromboembolisme
Pencegahan trombosis merupakan komponen penting dalam terapi thalidomide, terutama pada pasien dengan multiple myeloma. Menurut pedoman International Myeloma Working Group (IMWG), pasien dengan ≤1 faktor risiko tromboemboli dapat menggunakan aspirin sebagai profilaksis, sedangkan pasien dengan ≥2 faktor risiko disarankan menggunakan heparin berat molekul rendah (LMWH).
Selain pada pasien dengan faktor risiko tromboemboli, LMWH juga direkomendasikan untuk pasien yang menerima thalidomide bersama dengan dosis tinggi dexamethasone, doxorubicin, atau agen antineoplastik lain, terlepas dari faktor risiko tambahan. Serupa dengan IMWG, American Society of Clinical Oncology (ASCO) juga menyarankan tromboprofilaksis farmakologis dengan aspirin atau LMWH, disesuaikan dengan tingkat risiko tromboemboli pasien.[5]
Risiko Neuropati
Penggunaan thalidomide berisiko menyebabkan neuropati perifer yang dapat menjadi parah dan tidak dapat dipulihkan, meskipun durasi penggunaannya singkat atau setelah terapi dihentikan. Hubungan antara dosis kumulatif thalidomide dan risiko neuropati belum jelas.
Gejala neuropati, seperti kebas, kesemutan, nyeri, atau sensasi terbakar di tangan dan kaki, dapat sulit dibedakan dari gejala penyakit yang mendasari penggunaan thalidomide. Pasien harus dievaluasi secara berkala, terutama dalam 3 bulan pertama terapi.
Pemeriksaan elektrofisiologis disarankan dilakukan sebelum terapi dan setiap 6 bulan untuk mendeteksi neuropati asimptomatik. Jika gejala neuropati muncul, terapi harus dihentikan segera, dan dilanjutkan hanya jika gejala kembali ke baseline. Penggunaan bersamaan dengan obat lain yang dapat menyebabkan neuropati harus dilakukan dengan hati-hati.[5]
Efek Hematologi
Thalidomide dapat menyebabkan efek hematologi, seperti leukopenia, neutropenia, dan trombositopenia berat. Thalidomide tidak boleh diberikan pada pasien dengan hitung neutrofil (ANC) <750/mm³.
Jumlah leukosit serta hitung jenis harus dipantau secara rutin, terutama pada pasien rentan seperti penderita HIV. Jika ANC turun <750/mm³ atau trombositopenia terjadi, terapi perlu dievaluasi ulang, dihentikan sementara, atau dosis dikurangi.[5]
Lainnya
Bradikardia dapat terjadi dan mungkin membutuhkan intervensi medis. Pasien harus dimonitor untuk tanda-tanda bradikardia atau sinkop. Jika bradikardia terjadi, dosis harus dikurangi atau terapi dihentikan, dan obat lain yang dapat menurunkan detak jantung harus digunakan dengan hati-hati.
Reaksi kulit berat, seperti sindrom Stevens-Johnson dan toxic epidermal necrolysis, juga telah dilaporkan. Jika terjadi ruam kulit tingkat 2 atau 3, terapi harus dihentikan sementara atau dihentikan sepenuhnya, sedangkan reaksi tingkat 4 memerlukan penghentian permanen.
Selain itu, pasien dengan faktor risiko kejang memerlukan pemantauan intensif karena kejang, termasuk jenis tonik-klonik, telah dilaporkan pada penggunaan thalidomide, meskipun mekanismenya belum diketahui. Tumor lysis syndrome juga dapat terjadi, terutama pada pasien dengan beban tumor yang tinggi.[5]